Beranda | Artikel
Batilnya Pembagian Syariat Menjadi Tsawabit Dan Mutaghayyirat
Minggu, 19 Januari 2014

Seseorang pernah bertanya kepada Syaikh Muhammad Ali Farkus hafizhahullah, “kami mohon penjelasan mengenai hal yang sering diucapkan para ustadz (di tempat kami), bahwa syariat itu dibagi menjadi tsawabit (tetap; tidak berubah) dan mutaghayyirat (bisa berubah-ubah). apakah pembagian ini benar?”. Simak jawaban beliau berikut ini:

 

الحمدُ لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلامُ على مَنْ أرسله اللهُ رحمةً للعالمين، وعلى آله وصَحْبِهِ وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمّا بعد

Membagi syariat Islam menjadi tsawabit (tetap; tidak berubah) dan mutaghayyirat (bisa berubah-ubah) adalah sebuah kebatilan, dan tidak diketahui asalnya dari syari’at. Sudah kita ketahui bersama bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan hukum-hukum-Nya dan agama-Nya melalui Nabi-Nya Shallallahu’alaihi Wasallam. Dan nikmat-Nya tersebut (yaitu Islam) telah sempurna dan langgeng. Maka agama Allah semua haq (benar) dan tsabit (tetap).

لاَ يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنـزِيلٌ مِّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ

Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji” (QS. Fushilat: 42).

Dan tidak ada yang diperkenankan mengubah suatu pun dalam syariat-Nya, atau menggantinya dengan yang lain, atau menambah-nambahnya, atau menguranginya. Karena syariat Islam itu sempurna, tidak memiliki kekurangan. Yang namanya sempurna itu artinya tidak butuh tambahan-tambahan dari para pelaku bid’ah dan orang-orang yang berupaya menambah-nambahnya. Allah telah sempurnakan agama ini, dan tidak ada kekurangan sama sekali. Allah telah ridha terhadap agama ini dan tidak murka sama sekali padanya. Demikianlah seharusnya yang diimani oleh setiap Muslim yang sejati. Allah Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS. Al Maidah: 3)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

وَأَيْمُ اللهِ لَقَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى مِثْلِ البَيْضَاءِ لَيْلُهَا وَنَهَارُهَا سَوَاءٌ

Sungguh, telah aku tinggalkan untuk kalian perkara yang terang benderang, malam dan siangnya sama keadaannya” (HR. Ibnu Majah 5, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 688).

Demikian.

Jika yang dimaksud dengan mutaghayyirat adalah pendapat-pendapat para ulama mujtahidin yang mengerahkan segala daya dan pikirannya yang luas dalam menggali dalil-dalil syar’i dan menyimpulkan hukumnya, maka memang terkadang para ulama mujtahid berubah pendapatnya dalam menghukumi sesuatu ketika mencoba menelaah hukum syar’i tentang hal itu. Karena memang boleh bagi seorang ulama mujtahid untuk mengubah pendapatnya atau mengganti ijtihadnya atau rujuk kepada pendapat ulama lain dalam rangka mengikuti dalil syar’i.

Pengertian mutaghayyirat yang demikian, memang bisa jadi ini yang diinginkan sebagian ustadz tersebut. Karena pendapat para ulama mujtahid itu tidak boleh dimutlakkan pasti benar dan yang berbeda dengannya pasti salah, jika masalah yang dibahas adalah masalah yang muhtamalah (tidak ada dalil yang sharih, dan banyak sisi pandangnya, pent). Namun, yang perlu digaris-bawahi dan dicamkan, dalam permasalahan ijtihad, pendapat-pendapat para ulama mujtahid tidak disebut dengan syariat. Karena syariat adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Adapun ijtihad, ia adalah pandangan seorang ulama yang faqih atau kesimpulan hukum dari seorang hakim. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah bersabda kepada seorang pimpinan sariyyah (tentara mujahidin):

وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوكَ أَنْ تُنْزِلَهُمْ عَلَى حُكْمِ اللهِ فَلاَ تُنْزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِ اللهِ وَلَكِنْ أَنْزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِكَ، فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي أَتُصِيبُ حُكْمَ اللهِ فِيهِمْ أَمْ لاَ

“apabila kamu berhasil mengepung benteng musuh, lalu mereka ingin diberlakukan hukum Allah atas mereka, maka janganlah engkau berlakukan hukum Allah kepada mereka. Tapi, berlakukanlah hukummu terhadap mereka. Karena engkau tidak tahu apakah kamu telah benar-benar telah memberlakukan hukum Allah kepada mereka atau belum ketika itu” (HR. Muslim 4522).

Kesimpulannya, masalah-masalah ijtihad juga tidak dibagi menjadi tsawabit dan mutaghayyirat. Karena masalah ijtihadiyyah itu secara umum sifatnya zhanniyyah (dugaan), sehingga tidak bisa dimutlakkan pasti benar atau pasti salah. Dan masalah ijtihadiyyah itu ada kemungkinan berubah ketika suatu pendapat ternyata bertentangan dengan dalil syar’i. Maka ijtihad para ulama itu tidak ada tsawabit (selalu tetap), bahkan ia termasuk mutaghayyirat (selalu ada kemungkinan berubah). Namun sebaliknya, hukum Allah itu adalah masalah syar’i yang sifatkan yaqini (pasti kebenarannya), yang dipastikan itu merupakan hukum dari Allah. Hukum syar’i ini adalah haq dan tsabit (tetap) tidak boleh diubah-ubah atau diganti-ganti. Dengan demikian, penyandaran istilah tsawabit dan mutaghayyirat terhadap syariat merupakan hal yang tidak dibenarkan. Sedangkan penyandaran istilah tersebut terhadap ijtihad para ulama juga merupakan hal tidak tepat.

Akhir kata, kami juga memandang bahwa ini juga merupakan perbuatan menamai al haq dengan nama-nama yang tidak haq. Istilah-istilah demikian digunakan dan digaungkan oleh para pengikut hawa nafsu, agar mereka bisa menyelipkan manhaj mumayyi’ (lembek dan kurang; ekstrem kiri) dalam beragama serta memalingkan orang-orang dari kebenaran.

وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ

Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu” (QS. Al Mu’minun: 71)

والعلمُ عند اللهِ تعالى، وآخرُ دعوانا أنِ الحمدُ للهِ ربِّ العالمين، وصَلَّى اللهُ على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسَلَّم تسليمًا

 

Sumber: http://www.ferkous.com/site/rep/Bb31.php

Penerjemah: Yulian Purnama

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Safar Artinya, Hukum Orang Haid Masuk Masjid, Hukum Menikahi Wanita Yang Dizinahi, Doa Minta Petunjuk Kebenaran


Artikel asli: https://muslim.or.id/19685-batilnya-pembagian-syariat-menjadi-tsawabit-dan-mutaghayyirat.html